Bila Cinta Membuncah, Bagaimana Mengatasinya??

Selasa, 09 Agustus 2011


Cinta, cinta, oh cinta. Memang tak ada habisnya untuk membicarakan kata yang satu ini. Lebih lebih lagi yang lagi jatuh cinta (siapa tuh?). Kata si penyanyi dalam sebuah nyayian, jatuh cinta itu berjuta rasanya. Duh, rasanya asem, manis, asin, atau pahit ya? Sebelum berbicara soal itu, kita intip dulu yuk, curahan hati dari seorang sahabat berikut! Sssttt…. Kayaknya ada yang lagi patah hati nih…

“Bagaimana mungkin aku menempatkan dirinya begitu istimewa dalam relung hatiku? Hingga aku melupakan kasih dari Tuhanku. Aku menjadi seorang pengkhianat.Aku menyangka bahwa yang kulakukan adalah sebuah jalan dakwah namun hanya bermuara pada dusta. Aku banyak berkholwat dengannya hingga tak kusadari aku menyandarkan hidupku padanya.
Aku telanjur mengukir namanya di hatiku dan berharap bahwa dialah orang pertama dan terakhir yang dipilih Allahuntuk melengkapi hidupku. Namun ternyata yang terjadi tidaklah seperti yang aku harapkan dulu. Aku merasa kehilangan tanpa tahu apa yang telah kutemukan. Aku merasa telah menemukan tanpa tahu apa yang sedang kucari. Aku merasa masih terus mencari tanpa tahu apa yang telah hilang.”

Hmm, kalau lagi jatuh cinta bawaannya memang melankolis, suka menulis yang puitis-puitis. Yah, seperti inilah anak cucu adam jika dihantui virus cinta. Linglung dan serba salah, tak tahu apa yang harus dilakukan. Di setiap tempat selalu ada si jantung hati. Mau di kelas, di kampus, di rumah, di jalan, di bus, ingat si dia terus. Jangan ditanya berapa lama ngelamunin si dia. Wuih… pokoknya sampai menyita waktu belajar, ngerjain tugas tak kunjung kelar, dan menjalar-jalar pada kegiatan lain pula. Duile, sampai segitunya?

Mencintai dengan lawan jenis itu adalah wajar. Dan memeang itulah seharusnya. Justru agama melarang jika kita sama sekali tidak punya rasa tertarik dengan lawan jenis, sementara malah menyimpan rasa dengan yang sejenis. Na’udzubillah. Tetapi Islam mengatur bagaimana rasa ketertarikan dengan lawan jenis ini kita jaga agar tidak bertentangan dengan aturan Islam. Tentu pengikraran cinta dalam bentuk pacaran yang membudaya di kalangan anak muda saat ini adalah hal yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Cinta dua sejoli yang ditunjukan dengan saling bertatapan, berpegangan tangan, bahkan sampai yang lebih dari itu, jelas yang seperti ini akan mendapat lampu merah dalam Islam.

Islam menuntunkan kepada umatnya untuk menahan pandangannya jika melihat lawan jenis yang bukan mahramnya. Sebagaimana firman-Nya yang artinya, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya…” (QS.An-Nuur 24:30). Beliau Rasulullah SAW juga pernah bersabda kepada Ali ra, “Hai Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita) dengan satu pandangan, karena yang pertama itu tidak menjadi kesalahan, tetapi tidak yang kedua.” (HR,.Abu Dawud)

Begitu halnya dengan berpegangan tangan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Jelas berpegangan tangan dengan seseorang yang beum halal untuknya ini dilarang dalam Islam. Aisyah Ra berkata, “Tangan Rasulullah SAW tidak pernah sama sekali menyentuh tangan wanita yang tidak halal baginya.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Bagaimana dengan sobat muda? Memang tidak ada ayat maupun hadist yang menerangkan bahwa pacaran itu dilarang. Tetapi kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh sepasang muda-mudi yang telah berikrar cinta sebelum pernikahan ini pasti akan menjurus pada hal-hal yang dilarang oleh Allah. Ingat! Jalan syaithan itu penuh dengan hal-hal yang indah, dan oleh syaithan jalan yang menyimpang itu dijadikan sebagai hal yang lumrah. Cipika cipiki juga dikatakan lumrah. Bahkan pada yang lebih dari itupun masih juga dinyana lumrah karena sudah biasa dilakukan oleh orang kebanyakan.

Inilah yang terjadi pada umumnya masyarakat kita terutama di kalangan anak muda. Cinta diungkapkan di waktu dan tempat yang tidak tepat, pada saat mereka belum masuk dalam lingkup pernikahan. Saat si dia mengungkapkan perasaannya, maka itu artinya si dia telah “menembak” si gadis untuk menjadi pacarnya. Jika si gadis menjawab “ya”, maka itu artinya mereka berdua telah jadian. Saat inilah, keduanya seolah sudah menjadi “halal” dan dianggap hal yang wajar bagi kebanyakan orang jika mereka berdua sedang bermesraan.

Lalu bagaimana jika hanya sekadar smsan, fban, chatting dan media-media lainnya tanpa ketemuan? Allah berfirman, :Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS.Al-Israa’ 17:32). Allah telah melarang pada jalan-jalan yang menyebabkan seseorang mendekati zina. Siapa yang bias menjamin hanya smsan saja tanpa hasrat untuk bertemu? Padahal kita tahu bahwa syaithan lihai untuk menghasut manusia. Pasti syaithan tidak aka membiarkan manusia stagnan pada tahap smsan saja. Bisikan-bisikan untuk bertemupun semakin digencarkan. Setelah bertemu, tentu syaithan takkan puas hanya sampai di sini. Godaan-godaan lain terus saja dibisikkan hingga manusia benar-benar berada dalam kesesatan.

Dan jika kita bijak menelaah, dari katanya saja sudah sangat jelas bahwa kebiasaan smsan banyak yang tidak mengandung manfaatnya. Sedang Allah berfirman tentang sifat orang mukmin yang beruntung, “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS.Al-Mu’minuun 23:3)

Saat Cinta Tak Berbalas
Makna cinta itu sebenarnya luas. Cinta bias juga diartikan dengan menyayangi, menyayangi sesame saudara muslim. Sebagaimana sabda-Nya, “Tidak beriman seseorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya (sebagaimana) apa yang ia cintai untuk dirinya.” (HR.Bukhari)

Tetapi sayangnya, orang melulu mengaitkan kata “cinta” dengan virus merah jambu yang menghinggapi hati para anak cucu adam dan hawa. Saat yang dicintai ternyata telah pergi, maka pupuslah sudah semangatnya. Saat yang dicintai ternyata justru menaruh hati dengan yang lain, maka patahlah sudah hatinya. Akibatnya, mereka jadi hilang semangat untuk menjalani hidup. Murung, menyendiri, meratapi perjalanan cintanya yang tak sesuai harapan. Karena sempitnya akal, mereka sampai mengakhiri nyawa karena si dia telah pergi atau cintanya ditolak oleh si pujaan hati.

Anis Matta pernah berkata tentang cinta, “Kita mencintai seseorang lalu kita menggantungkan kebahagiaan kita pada sebuah kehidupan bersamanya. Maka ketika ia menolak, atau tak beroleh kesempatan, untuk hidup bersama kita, itu menjadi sumbu kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Dan mungkin juga bukan karena cinta itu sendiri. Tapi karena kita meletakkan kebahagiaan kita pada cinta yang diterjemahkan sebagai kebersamaan.”

0 komentar: